27.2.13

Berpakaian Tapi Telanjang



Muslimah
WANITA kerap disebut dengan istilah kembang, di mana warna-warninya mampu mengalihkan pandangan kumbang untuk mendekatinya dan menghisap madunya. Namun apa yang terjadi bila madu dihisap habis oleh sang kumbang? Tentunya keindahan daya tarik sang kembang ada pada madunya, bila madunya habis hilanglah daya pesonanya dan layulah ia. Begitu pula dengan wanita, yang pada dasarnya sangat dimuliakan di mata agama.

Seorang wanita dijaga dan dilindungi karena kelemahannya. Sikapnya yang santun, tutur bahasanya lemah lembut dan perasaannya yang halus dipercayakan untuk mendidik anak bangsa. Di tangannyalah akan lahir pemimpin yang bertanggung jawab dan arif dalam kepemimpinannya. Namun coba bayangkan bila wanita yang mendidiknya lepas dari moral dan etika?

Coba kita lihat di era globalisasi sekarang ini, banyak budaya islami telah tertukar dengan budaya barat, yang telah merusak moral dan etika masyarakat kita, terutama kaum hawa. Di tengah banyaknya pemikiran yang modern mereka beranggapan jika menjadi seorang wanita yang tertutup dengan pakaian muslimah adalah ketinggalan mode dan dianggap kuno beserta kolot. Padahal dalam agama dianjurkan dan diwajibkan wanita untuk menutup auratnya yaitu mulai dari ujung kaki sampai ujung rambut.

Salah kaprah


Bahkan di dalam shalat pun yang bisa dinampakkan adalah muka dan telapak tangan. Namun persepsi menggunakan jilbab atau menutup aurat di kalangan wanita sekarang pun telah terjadi salah kaprah, terlebih lagi bagi mereka yang minim akan pengetahuan ilmu agama. Mereka beranggapan dengan menggunakan jilbab mereka telah menutup aurat. Padahal yang dikatakan jilbab yang dianjurkan untuk menutup aurat, bukanlah jilbab yang kainnya mampu kita terawang, yang rambutnya nampak dari dalam secara blak-blakan. Bukan pula yang dililit di leher agar nampak mode baju yang digunakan.


Firman Allah swt: “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: `Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka`. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59).


Dari ayat tersebut sangat jelas yang dikatakan jilbab ialah yang lebarnya mampu menutupi dada dan perhiasan-perhiasan mereka dengan kain yang besar dan tebal sehingga mampu menundukkan pandangan orang yang tidak berhak melihat perhiasan mereka. Hal ini sesuai juga dengan firman Allah: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang nampak dari padanya.” (QS. An-Nur: 31).


Mengutip riwayat pendapat dari Ibnu Mas‘ud bahwa yang dimaksud perhiasan yang tidak boleh ditampakkan adalah wajah, karena wajah adalah pusat dari kecantikan. Sedangkan yang dimaksud dengan “yang biasa nampak” bukanlah wajah, melainkan selendang dan baju. Namun riwayat ini berbeda dengan riwayat yang shahih dari para shahabat termasuk riwayat Ibnu Mas‘ud sendiri, Aisyah, Ibnu Umar, Anas dan lainnya dari kalangan tabi‘in bahwa yang dimaksud dengan “yang biasa nampak darinya” bukanlah wajah, tetapi al-kuhl (celak mata) dan cincin.


Riwayat ini menurut Ibnu Hazm adalah riwayat yang paling shahih.


Namun jika kita tinjau memang sangat benar bila wanita mampu mengalihkan pandangan para lelaki karena kecantikannya. Oleh karena itu Islam sangat menghormati dan menjaga wanita sehingga mereka dianjurkan untuk menjaga pandangan dan kemaluan mereka dengan cara menutup aurat sesuai pakaian yang syar’i, dengan demikian mereka terjaga dari tangan-tangan jahil yang ingin menjamah, menggoda dan menggagu mereka.


Ketika kita membicarakan masalah menutup aurat dengan pakaian yang syar’i kepada wanita zaman sekarang terutama remaja putri, tentunya sangat sensitif bagi mereka untuk mendengarkan penjelasan kita karena bagi mereka sudah menutup kepala (jilbab bagi mereka) dan memakai pakaian panjang (kaos) sudah menunjukkan identitas agama mereka islam. Mereka juga mengelak bahwa pakaian yang tidak baik digunakan wanita muslim adalah pakaian seksi, yang menampakkan tubuh, paha dan betis dan juga menampakkan rambut mereka dengan tidak menutup kepala.


Alangkah sedihnya jika mereka beranggapan demikian. Okelah kita katakan bahwa mereka menutup kepala dengan kain yang tipis yang mereka anggap jilbab, dan baju panjang lengan yang ketat yang mereka anggap menutup aurat. Secara kasat mata dari kejauhan terlihat mereka memang berpakaian namun jika kita dekati lebih dekat, maka sungguh mereka telanjang, telanjang dari etika dan moral.

Membungkus aurat

Mengapa tidak baju yang mereka gunakan dengan sempit atau ketat, bahkan celana jeans serta penutup kepala yang mereka bangga-banggakan bukan menutup aurat, akan tetapi membungkus aurat. Walaupun sudah tertutup yang bentuk tubuhnya masih bisa dilihat dan dinikmati oleh orang yang belum berhak atasnya sehingga banyak terjadi maksiat pula karenanya. Sedangkan di dalam agama Islam bukan yang demikian yang dikatakan pakaian bagi wanita, akan tetapi pakaian yang longgar, yang mampu menahan pandangan syahwat kaum adam, sehingga jauh ia dari fitnah dan maksiat.

Secara realita dapat kita lihat sungguh permata itu mahal harganya karena ia diletakkan didalam peti kaca yang tidak bisa disentuh kecuali bagi orang yang benar-benar ingin membelinya, berbanding terbalik dengan barang obral yang harganya murah dan banyak tangan yang menyentuhnya walau belum tentu dibelinya. Begitulah tingginya nilai harga wanita di mata agama. Namun sayang banyak wanita yang menyia-nyiakan dirinya untuk kepuasan sesaat.
Oleh karena itu, jadilah wanita yang berpakaian, pakaian yang dibalut dengan nilai keagamaan, bukan wanita yang telanjang, telanjang dari nilai moral dan etika. Karena semua lelaki mengiginkan menikahi istri shalihah, yang mampu menjaga diri dan kehormatannya serta keluarganya. Dan dari tangannya pula akan lahir pemimpim penerus bangsa yang punya etika dan moral, yang mampu mengokohkan negara tanpa meninggalkan nilai agama.
Peran wanita memang sangat utama, mereka diibaratkan tiang negara, apabila rusak moral mereka maka hancurlah negara dan sebaliknya. Jadi bagi keluarga yang mempunyai anak perempuan, bagi suami yang mempunyai istri, bagi kakak yang mempunyai saudara kandung perempuan, dan bagi diri yang merasa perempuan, mari mendidik, mengarahkan serta menjadikan mereka wanita-wanita yang mampu mengokohkan negara ini, baik di mata dunia maupun di mata agama.
Maisarah, Mahasiswi Jurusan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Jabal Ghafur (Unigha), Sigli. *serambi/opini

Sumber