16.2.13

bolehkah ADZAN DENGAN KASET REKAMAN ???


oleh : Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As Sidawi

            Sekarang ini kita hidup pada era informasi dan globalisasi yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berkat nikmat Allah kemudian kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, kita dapat memperoleh kemudahan-kemudahan dalam hidup, termasuk dalam memanfaatkan hasil teknologi sebagai sarana ibadah.

            Di antara hasil teknologi yang dimanfaatkan oleh umat Islam sebagai sarana ibadah adalah kaset rekaman yang dipergunakan untuk menyebarluaskan informasi tentang berbagai ajaran Islam kepada masyarakat, menyimpan dan mengumandangkan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an, dan juga adzan yang dilantunkan para muadzin baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
            Adanya fenomena pemanfaatan kaset rekaman untuk mengumandangkan adzan, baik melalui tape record, radio, televisi maupun alat komunikasi lainnya,  mengundang pertanyaan bagi kita tentang hukumnya menurut pandangan syari’at Islam[1].
Nah, bagaimana jawabannya?! Marilah kita ikuti ulasan berikut agar kita bertambah yakin akan kesempurnaan fiqih Islam dalam menjawab berbagai masalah aktual. Namun, sebelum memasuki kepada inti permasalahan, kami akan memberikan beberapa pendahuluan terlebih dahulu. Wallahu Al-Muwaffiq.

Defenisi Adzan dan Hukumnya

Adzan secara bahasa berarti pemberitahuan. Sedangkan secara istilah maksudnya pemberitahuan tentang waktu shalat dengan menggunakan lafazh-lafazh tertentu sesuai syari’at Islam.[2]
Adzan disyari’atkan berdasarkan dalil-dalil Al-Qur’an, hadits dan ijma’ ulama. Paraulama berselisih pendapat tentang hukum adzan. Akan tetapi pendapat yang paling kuat adalah wajib. Hal ini berdasarkan dalil-dalil yang cukup banyak sekali. Al-Allamah Asy-Syaukani berkata: “Kesimpulannya, tidaklah pantas bagi seorang untuk ragu akan wajibnya ibadah yang agung ini (adzan), karena dalil-dalil tentang wajibnya sangat jelas sekali sejelas matahari di siang bolong”.[3]

Adzan merupakan Syiar Islam

Adzan merupakan salah satu ibadah yang sangat agung dan syi’ar Islam yang sangat nampak. Adzan berisi kalimat-kalimat yang sangat dahsyat artinya berupa tauhid dan keimanan yang dapat menggetarkan hati dan telinga[4]. Adzan juga merupakan penyebab terpeliharanya darah suatu kaum di masa Rasulullah. Sahabat Anas bin Malik berkata:
كَانَ إِذَا غَزَا بِنَا قَوْمًا لَمْ يَكُنْ يَغْزُوْ بِنَا حَتَّى يُصْبِحَ وَيَنْظُرَ فَإِنْ سَمِعَ أَذَانًا كَفَّ عَنْهُمْ وَإِنْ لَمْ يَسْمَعْ أَذَانًا أَغَارَ عَلَيْهِمْ
Sesungguhnya Nabi apabila beliau memerangi suatu kaum bersama kami, tidaklah beliau memerangi sehingga meneliti dahulu, jikalau beliau mendengar adzan, peperangan ditahan. Sebaliknya, apabila beliau tidak mendengar adzan, maka serangan pun dilancarkan kepada mereka. (HR. Bukhari 610 dan Muslim 382)
            Hadits ini menunjukkan bahwa adzan merupakan pembeda dan pemisah antara negara Islam dan nagara kafir.[5]

Syarat-Syarat Muadzin[6]

Paraahli fiqih menegaskan bahwa orang yang adzan hendaknya memiliki beberapa kriteria, di antaranya adalah:
  1. Bergama Islam. Oleh karena itu, para ulama bersepakat bahwa adzan non muslim adalah tidak sah.[7]
  2. Mumayyiz (bisa membedakan antara manfaat dan madhorot ). Oleh karena itu, para ulama bersepakat bahwa adzan anak kecil yang belum bisa membedakan adalah tidak sah.[8]
  3. Berakal. Oleh karena itu, menurut mayoritas ulama adzan orang gila atau mabuk adalah tidak sah.[9]

Sunnah-Sunnah Adzan

Adzan memiliki beberapa adab dan sunnah yang selayaknya bagi muadzin melakukannya, di antaranya adalah:
  1. Suci dan tidak berhadats, sekalipun boleh mengumandangkan adzan dalam keadaan tidak suci.
  2. Menghadap kiblat dan berdiri. Ibnu Mundzir berkata, “Telah bersepakat para ulama bahwa termasuk sunah apabila muadzin adzan dengan berdiri.”[10]
  3. Memasukkan dua jarinya dalam dua telinganya, seraya menoleh ke kanan dan ke kiri.

Hukum Adzan Dengan Kaset Rekaman

            Pada zaman sekarang, di sebagian Negara Islam ada yang mengumandangkan adzan dengan kaset rekaman yang berisi suara lantunan adzan. Nah, bagaimana hukum hal ini menurut pandangan syari’at Islam? Apakah adzan tersebut menggugurkan dari hukum fardhu kifayah? Apakah apabila kita mendengarnya tetap dianjurkan untuk menjawabnya? Atau kita katakan bahwa adzan dengan model tersebut bukan termasuk ibadah dan tidak disyari’atkan?
Kami katakan: Adzan dengan kaset rekaman tidaklah disyari’atkan dan dikhawatrikan termasuk perkara bid’ah dalam agama.Adabeberapa argumen yang menguatkan kesimpulan hukum ini:
1. Ibadah itu harus berdasarkan dalil. Allah berfirman:
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَن بِهِ اللَّـهُ ۚ وَلَوْلَا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ ۗ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ ﴿٢١
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? (QS. Asy-Syuro: 21)
2. Adzan itu adalah ibadah yang membutuhkan niat. Nabi bersabda:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
Sesungguhnya semua amalan itu bergantung pada niatnya.(HR. Bukhari: 1 Muslim: 1907)
Sedangkan hal itu tidak terpenuhi pada kaset rekaman.
3. Adzan dengan kaset rekaman menghilangkan banyak sunnah-sunnah adzan, adab dan hukumnya, seperti sunnahnya adzan dalam keadaan bersuci, menghadap kiblat, menoleh ke kanan dan kiri. Demikian juga, menghilangkan syarat adzan seperti harus beragama islam, mumayyiz dan sebagainya, sedangkan semua itui tidak terpenuhi pada adzan dengan kaset rekaman?
            Dengan argumen-argumen di atas, maka adzan dengan kaset rekaman tidak sah, tidak menggugurkan kewajiban adzan dan tidak berkaitan dengan hukum-hukum adzan seperti menjawabnya dan lain-lain.[11]

Dampak Negatif Adzan Dengan Kaset

            Adanya fenomena adzan dengan kaset diduga kuat karena kegemaran manusia untuk mendengar suara-suara adzan yang memiliki lagu-lagu indah dari para muadzin ternama, padahal hal tersebut membawa dampak negatif yang tak sedikit. Sekedar contoh, terkadang kaset untuk adzan shubuh disiarkan pada siang hari sehingga terdengar lantunan“Ash-Sholah Khoirun Minan Naum”, bahkan setelah usai adzan, kaset terus berlanjut dengan lantunan musik dan nyanyian!!![12]
Sesungguhnya adzan dengan kaset rekaman memiliki dampak negatife yang cukup banyak, di antaranya:
  1. Menghilangkan pahala adzan bagi para muadzin dan mencukupkannya hanya untuk muadzin asli saja.
  2. Menyelisihi hal yang telah berjalan sepanjang sejarah Islam semenjak disyari’atkannya adzan hingga sekarang, di mana adzan terus dikumandangkan pada setiap sholatlimawaktu di setiap masjid.
  3. Niat merupakan syarat utama dalam adzan. Oleh karenanya, tidak sah adzan orang gila, mabuk dan sejenisnya, karena tidak adanya niat, demikian juga dalam kaset rekaman.
  4. Adzan merupakan ibadanbadan. Ibnu Qudamah berkata: “Tidak boleh bagi seorang untuk mencukupkan pada adzan orang lain, karena adzan adalah ibadah badan, maka tidak sah dari dua orang, seperti halnya dengan shalat”.[13]
  5. Adzan dengan rekaman meniadakan sunnah-sunnah dan adab-adab adzan.
  6. Membuka pintu main-main dengan agama dan membuka pintu kebid’ahan dalam ibadah dan syi’ar-syiar Islam, serta menjurus ditinggalkannya adzan dan mencukupkan hanya dengan kaset rekaman.
            Oleh sebab itulah, Majlis Majma’ Fiqih Islami dalam rapat mereka di Mekkah pada hari Sabtu 12/7/1406 H menetapkan sebagai berikut:
“Sesungguhnya mengumandangkan adzan di masjid ketika masuknya waktu shalat dengan kaset rekaman hukumnya tidak sah. Maka wajib bagi semua kaum muslimin untuk melakukan adzan secara langsung pada setiap waktu shalat di setiap masjid sebagaimana yang telah berjalan sejak masa Nabi kita Muhammad sampai sekarang”.
Demikian juga telah terbit fatwa dari Syaikh Muhammad bin Ibrahim no. 35 pada 3/1/1387 H, dan fatwa Hai’ah Kibar Ulama di Saudi Arabia dalam rapat pada bulan Rabiul Akhir tahun 1398 H, dan fatwa Lajnah Daimah no. 5779 pada 4/7/1403 H. Semua fatwa tersebut menyimpulkan bahwa adzan dengan kaset rekaman adalah tidak sah.[14]
            Demikianlah pembahasan kita kali ini. Kita berdoa kepada Allah agar menampakkan syi’ar-syi’ar Isla di bumi-Nya dan menjadikan kita semua orang yang menjunjung tinggi syi’ar-syiarNya. Amiin. 
Daftar Referensi
1. Ahkamul Adzan wa Nida’ wal Iqomah karya Sami bin Farroj Al-Hazimi, cet Dar Ibnul Jauzi, KSA, cet kedua, tahun 1427 H
2. Fiqih Nawazil fil Ibadat, karya DR. Khalid bin Ali Al-Musyaiqih (belum tercetak)
3. Al-Qoulul Mubin fi Akhtho’il Mushollin, karya Masyhur bin Hasan Salman, cet Dar Ibnul Qoyyim dan Ibnu Hazm, KSA, cet keempat, tahun 1416 H
4. Fiqih Indonesia Himpunan Fatwa-Fatwa Aktual, editor DR. M. Hamdan Rosyid MA, penerbit PT Al-Mawardi Prima, Jakarta, cetakan pertama Agustus 2003
5. Dll.

[1] Fiqih Indonesia Himpunan Fatwa-Fatwa Aktual  hlm. 30.
[2] Fathul Bari 2/277 oleh Ibnu Hajar.
[3] Sailul Jarar 1/196.
[4] Seorang dokter spesialis jiwa di Jerman mengatakan: “Sesungguhnya kata-kata adzan untuk memanggil kaum muslimin menuju sholat menimbulkan suatu ketentraman dan ketenangan tersendiri pada hati pasien jiwa sekalipun dia tidak memahami artinya”!!! Dia juga mengatakan: “Sesungguhnya adzan menunmbuhkan cahaya dan rasa optimisme pada diri pasien yang dirundung perasaan gundah, kurang percaya diri, dan bosan hidup”. Yang sangat mengherankan adalah  penelitian para dokter Jerman tersebut pada awalnya hanyalah menggunakan adzan sebagai percobaan padahal mereka tidak tahu saat itu bahwa kata-kata tersebut adalah panggilan Islami berbahasa Arab untuk mengajak sholat!!  (Majalah Ad-Dakwah Volume 1225, dari Nawadir Syawarid, Muhammad Khair Ramadhan hlm. 61).
[5] Al-Muntaqo Syarh Al-Muwatho’ 1/136 oleh al-Baaji.
[6] Dinukil dari Ahkamul Adzan wan Nida’ wal Iqomah hlm. 248-262 oleh Sami bin Farroj al-Hazimi.
[7] Al-Majmu’ 3/106 oleh an-Nawawi dan Al-Mughni 2/68 oleh Ibnu Qudamah.
[8] Bada’i Shona’i 1/150 oleh al-Kasani, Al-Mudawwanah 1/180 oleh Malik bin Anas.
[9] Al-Bahru Ro’iq 1/277-278, Mawahibul Jalil 1/434, Al-Majmu’ 3/106, al-Mughni 2/68.
[10] Al-Ijma’ hlm. 38.
[11] Fiqih Nawazil fil Ibadat hlm. 43 oleh DR. Khalid bin Ali Al Musyaiqih.
[12] Al-Masjid fil Islam hlm. 201 oleh Khairuddin al-Wanili.
[13] Al-Mughni 1/425.
[14] Al-Qoulul Mubin fi Akhto’il Mushollin hlm. 175-176 oleh Masyhur bin Hasan Salman.